Kabupaten Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan Gilimanuk di Bali.

Kabupaten Banyuwangi terdiri atas 24 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari:
 Pesanggaran, Siliragung, Bangorejo, Purwoharjo, Tegaldlimo, Muncar, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Glenmore, Kalibaru, Genteng, Srono, Rogojampi, Kabat, Singojuruh, Sempu, Songgon, Glagah, Licin, Banyuwangi, Giri, Kalipuro, Wongsorejo

Geografi
Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur. Luasnya 5.782,50 km. Wilayahnya cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.282 m) dan Gunung Merapi (2.800 m), keduanya adalah gunung api aktif.

Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan pengembangan penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.

Pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.

Transportasi
Ibukota Kabupaten Banyuwangi berjarak 239 km sebelah timur Surabaya. Banyuwangi merupakan ujung paling timur jalur pantura serta titik paling timur jalur kereta api Pulau Jawa.[rujukan?]Pelabuhan Ketapang terletak di kota Banyuwangi bagian utara, menghubungkan Jawa dan Bali dengan kapal ferry, LCM, roro dan tongkang.

Dari Surabaya, Kabupaten Banyuwangi dapat dicapai dari dua jalur jalan darat, jalur utara dan jalur selatan. Jalur utara merupakan bagian dari jalur pantura yang membentang dari Anyer hingga pelabuhan Panarukan dan melewati kabupaten Situbondo. Sedangkan jalur selatan merupakan pecahan dari jalur pantura dari Kabupaten Probolinggo melewati Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember di kedua jalur tersebut tersedia bus eksekutif (pattas) maupun ekonomi.

Terdapat pula moda transportasi darat lainnya, yaitu jalur kereta api Surabaya - Pasuruan - Probolinggo - Jember dan berakhir di Banyuwangi.

Untuk transportasi wilayah perkotaan terdapat moda angkutan mikrolet, taksi Using Transport serta colt yang melayani transportasi antar kecamatan dan minibus yang melayani trayek Banyuwangi dengan kota-kota kabupaten di sekitarnya.

Bandar Udara Blimbingsari di kecamatan Rogojampi dalam pembangunannya sempat tersendat akibat kasus pembebasan lahan, dan memakan korban 2 bupati yang menjabat dalam masa pembangunannya yaitu Bupati Samsul Hadi dan Bupati Ratna Ani Lestari. Dan pada tanggal 28 Desember 2010, Bandar Udara Blimbingsari telah dibuka untuk penerbangan komersial Banyuwangi (BWW) - Denpasar (DPS) - Banyuwangi (BWW) dan Banyuwangi (BWW) - Surabaya (SUB) - Banyuwangi (SUB), per tanggal 24 Agustus 2011 Maskapai Merpati Airlines membuka penerbangan dari Banyuwangi dengan tujuan Surabaya, Semarang, dan Bandung.

Penduduk
Penduduk Banyuwangi cukup beragam. Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku Madura (kecamatan Wongsorejo, Bajulmati, Glenmore dan Kalibaru) dan Suku Jawa yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas Suku Bali dan Suku Bugis. Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal sebagai salah satu ragam tertua Bahasa Jawa. Kesenian asal Banyuwangi adalah kuntulan, gandrung , jaranan, barong, janger dan seblang. Suku Osing Banyak mendiami di Kecamatan Rogojampi, Songgon, Kabat, Glagah, Giri, Kalipuro, Kota serta sebagian kecil di kecamatan lain.

Bahasa dan budaya suku Osing banyak dipengaruhi oleh bahasa dan budaya Bali.

Sejarah
Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif VOC menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa bagian timur (termasuk blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad ke-17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai "kompleks Inggrisan" adalah bekas tempat kantor dagang Inggris.

VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaanya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767-1772). Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Namun pada akhirnya VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan.

Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sritanjung yang di bunuh oleh suaminya di pinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnya bukan merupakan anaknya tetapi hasil perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata: "Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang janin ini bukan anakmu tapi jika berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu". Maka seketika itu darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesalah sang suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.

Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli dari adipati Blambangan. Nama tersebut diberikan oleh masyarakat Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada Brhe Wirabumi yang memang keturunan dari kerajaan Majapahit.

Seni budaya
Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di Pulau Jawa.
Kesenian tari Banyuwangi

Kesenian tradisional

Kesenian tradisional khas Banyuwangi antara lain :
- Gandrung Banyuwangi
- Seblang
- Janger
- Rengganis
- Hadrah Kunthulan
- Patrol
- Mocopatan Pacul Goang
- Jaranan Butho
- Barong
- Kebo-Keboan
- Angklung Caruk
- Gedhogan
- Batik

Jenis kesenian tadi merupakan sebagian dari kesenian khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.

Musik khas Banyuwangi
Gamelan Banyuwangi khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung memiliki kekhasan dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh suling.

Selain itu, gamelan ini juga menggunakan "kluncing" (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama.

Kemudian terdapat "kendhang" yang jumlahnya bisa satu atau dua. Kendhang yang dipakai di Banyuwangi hampir serupa dengan kendhang yang dipakai dalam gamelan Sunda maupun Bali. Fungsinya adalah menjadi komando dalam musik, dan sekaligus memberi efek musical di semua sisi.

Alat berikutnya adalah "kethuk". Terbuat dari besi, berjumlah dua buah dan dibuat berbeda ukuran sesuai dengan larasannya. "Kethuk estri" (feminine) adalah yang besar, atau dalam gamelan Jawa disebut Slendro. Sedangkan "kethuk jaler" (maskulin) dilaras lebih tinggi satu kempyung (kwint). Fungsi kethuk disini bukan sekedar sebagai instrumen ‘penguat atau penjaga irama’ seperti halnya pada gamelan Jawa, namun tergabung dengan kluncing untuk mengikuti pola tabuhan kendang.

Sedangkan "kempul" atau gong, dalam gamelan Banyuwangi (khususnya Gandrung) hanya terdiri dari satu instrumen gong besi. Kadang juga diselingi dengan "saron bali" dan "angklung".

Selain Gamelan untuk Gandrung ini, gamelan yang dipakai untuk pertunjukan Angklung Caruk agar berbeda dengan Gandrung, karena ada tambahan angklung bambu yang dilaras sesuai tinggi nadanya. Untuk patrol, semua alat musiknya terbuat dari bambu. Bahkan untuk pertunjukan Janger, digunakan gamelan Bali, dan Rengganis gamelan Jawa lengkap. Sedang khusus kesenian Hadrah Kunthulan, digunakan rebana, beduk, kendhang, biola dan kadang bonang (atau dalam gamelan Bali disebut Reong).

Modernisasi pun tidak terelakkan dalam seni musik Banyuwangi, muncul berbagai varian musik yang merupakan paduan tradisional dan modern, seperti Kunthulan Kreasi, Gandrung Kreasi, Kendhang Kempul Kreasi dan Janger Campursari yang memasukkan unsure elekton kedalam musiknya, dan menjadi kesenian popular di kalangan masyarakat. Namun demikian, sebagian pakar kebudayaan mengkhawatirkan seni kreasi ini akan menggeser kesenian klasik yang sudah berkembang selama berratus-ratus tahun.

Masakan & Makanan Khas
Masakan khas adalah Rujak Soto perpaduan Rujak Uleg Jawa Timur yang disiram dengan kuah Soto Babat serta ditaburi emping mlinjo serta sego tempong nasi campur kas Banyuwangi. Oleh-oleh khas ialah Sale pisang Ambon yang banyak diproduksi di kecamatan Songgon serta kue bagiak kue kering yang berbahan dasar tepung sagu.

Sego Tempong adalah nasi dengan sayur-sayuran atau Kulupan(jawa) dengan sambal super pedas biasanya dengan ikan asin. dinamakan sego tempong karena sensasi sambalnya seperti di tampar.

Sego Cawuk/Sego janganan adalah nasi dengan sayur yang terbuat dari kelapa diparut dengan sambal/gecok, konon ini adalah menu favorit Syekh Siti Jenar.

Olahraga
Kabupaten Banyuwangi merupakan markas utama salah satu klub sepak bola profesional Indonesia yang kini bermain di Divisi Satu Liga Indonesia, yaitu Persewangi Banyuwangi. Persewangi memainkan pertandingan kandangnya di Stadion Diponegoro.

Objek Wisata
- Taman Nasional Alas Purwo
- Kawah Ijen
- Pantai Grajagan
- Pantai Plengkung
- Pantai Rajegwesi
- Pantai Sukamade
- Pantai Trianggulasi
- Pantai Blimbingsari
- Pulau Merah
- Watu Dodol
- Taman Nasional Baluran
- Telaga Umbul Pule
- Air Terjun Lider
- Kali Klatak
- Kolam Renang Jatisrono
- Gumuk Kancil
- Air Terjun Wonorejo
- Perkebunan dan Air Terjun Kalibendo
- Pemandian Taman Suruh
- Mirah Fantasia Waterboom dan Istana Burung
- Alam Indah Lestari (AIL) Rogojampi
- Taman Wisata Pancoran Rogojampi
- Desa Wisata Osing

Masa Pemerintahan Bupati dimulai saat terjadi pemindahan kekuasaan dari Ulupampang (Benculuk) ke Kota Banyuwangi.

Berikut daftar nama-nama Bupati Banyuwangi
1. Temenggung Wiroguno I alias Mas Alit (1773 - 1782)
2. Temenggung Wiroguno II alias Mas Talib (1782 - 1818)
3. Temenggung Surenggrono (1818 - 1832)
4. RT. Wiryo Adi Danuningrat (1832 - 1867)
5. RT. Pringgokusumo (1867 - 1881)
6. RT. Aryo Sugondo (1881 - 1888)
7. RT. Astro Kusumo (1888 - 1889)
8. RT. Surenggono (1889 - 1905)
9. RT. Kusumonegoro (1905 - 1910)
10. RT. Notodiningrat (1910 - 1920)
11. R. Ahmad Noto Adi Suryo (1920 - 1930)
12. R. Murtajab (1930 - 1935)
13. R. Ahmad Prastika (1935 - 1942)
14. R. Oesman Soemodinoto (1942 - 1947)
15. R. Ahmad Kusumo Negoro (1947 - 1949)
16. R. Moch. Sachrawisetio Abiwinoto (1949 - 1949)
17. Sukarbi (1949 - 1950)
18. R. Oesman Soemodinoto (1950 - 1955)
19. Soegito Noto Soegito (1955 - 1965)
20. Soewarso Kanapi, S.H. (1965 - 1966)
21. Djoko Supaat Slamet (1966 - 1978)
22. Soesilo Suharto, S.H (1978 - 1983)
23. S. Djoko Wasito (1983 - 1988)
24. Harwin Wasisto (1988 - 1991)
25. HT. Purnomo Sidik (1991 - 2001)
26. Ir. Samsul Hadi (2001 - 2005)
27. Ratna Ani Lestari, S.E., M.M (2005 - 2010)
28. Abdullah Azwar Anas (2010 - 2015)

DAFTAR BUPATI BANYUWANGI
r.oesman.jpgnoto%20sugito.jpgdjoko%20supaat%20s.jpg
R.Oesman Soemodinoto
Periode : 1942 - 1947
R. Soegito Noto Soegito
Periode : 1955 - 1965
Djoko Supaat Slamet
Periode : 1966 - 1978
susilo%20suharto.jpgs%20joko%20wasito.jpgharwin%20wasisto.jpg
Susilo Suhartono, SH
Periode : 1978 - 1983
S. Djoko Wasito
Periode : 1983 - 1988
Harwin Wasisto
Periode : 1988 - 1991
t%20purnomo%20s.jpg ir_syamsul_hadi.jpgRatna Ani Lestari
H. Turyono Purnomo Sidik
Periode : 1991 - 2000
Ir. H. Samsul Hadi
Periode : 2000 - 2005
Ratna Ani Lestari, SE. MM.
Periode : 2005 - 2010
bupati-anas.jpg


Abdullah Azwar Anas, M.Si.
Periode : 2010 - 2015

Dari berbagai sumber.


Kalau ada pertanyaan atau anda suka dengan "Kabupaten Banyuwangi" di atas silahkan masuk pada kolom komentar di bawah. Thanks.
Aristokrat Label: 16.32.00 1 komentar

1 komentar

Sebelum Anda meninggalkan halaman ini, silahkan masukkan "KOMENTAR" Anda.

to top Page Up Page Down to Bottom Auto Scroll Stop Scroll